Hari hari ku berlalu saat malam
menjemput dengan sapaan hangat yang tak terelakan kenikmatan duniawi.
Malam ini aku terbaring dalam
kamar remang remang cahaya oleh lampu yang sudah hampir lelah mengikuti hari
demi hari ku hingga ahirnya.
“AHMAAAAAAADDDDDDDDD……………, Turun
kebawah makan” ,teriak umi saat aku melamun di kamar.
“iyaaaaaaa….. bentaaaaaarrrrrrrr aku
lagi mau ganti bajuuuuuu”,aku merasa seperti kaya di hutan aja ngomongnya
sambil teriak teriak.
Saat aku turun kebawah aku bingung
kok ga ada lauk di meja.
“um emang mau makan apa??? Kok ga
ada lauknya?”.tanyaku heran
“iya mau makan apa beli sate
madura, mi goreng, nasi padang, atau martabak??? Terserah kamu”, seru umi
menanggapi pertanyaanku.
Aku pikir kalo makan ini kaya mau
tamasya aja, nasi padang lah, martabak, sate Madura, migoreng.
“aku mau sate aja ya”.
“iya nih uangnya terserah mau beli
berapa tapi abis ya”.
Akhirnya aku pergi ke tukang sate
yang tidak terlalu jauh dari rumah ku. Saat jalan menuju kang sate aku bingung
kok tumben nih malem banyak orang jalan-jalan ada apa. Ternyata aku inget ini
kan hari sabtu, pasti lagi pada malam mingguan nih.
Sesampainya aku di tukang sate
banyak pasangan muda mudi dan tua tui lagi asyik banget menyantap sate plus sop
yang meledekku dengan kenikmatannya itu.
“mba beli ya sate ayam 20,
bungkusnya sepuluh-sepuluh, ama lontongnya dua jangan di potong”, pesanku di
tengah keramaian
Ada hal aneh!!! Saat aku memesan,
pembeliyang sedang menyantap pada melihat aku.
Dengan wajah polos aku bilang.
“woy!!!! Jangan pada bengong
kenapeeeeee????”, langsung aja keceplosan. mungkin karena badan aku yang gempal
jadi pada heran dan suaranya lantang atau bisa di sebut cempreng .
“oh iya mad tunggu dulu aja, duduk
dulu”, sahut penjual memecah keharuan para pembengong sekalian.
Baru aku sadar, ngapain ya aku
tadi kayak gitu baru kerasa malunya saat ini. Ya ampun malu maluin banget sih…..
Saat menunggu sate itu beres aku
nunggu di luar aja alasannya pertama karena sedikit malu, kedua tadi aku
malu-maluin, ketiga aku takut jadi pemalu. Banyak banget muda mudi pada
bertebaran kaya laron di perempatan jalan yang ada lampunya. Mesra- mesraan di
depan ku seakan menggoda ku untuk menggampar semua pipi mulus mereka, karena ‘KENAPA
AKU JADI JOMBLO TULEN’.
“mad satenya nih udah”, penjual
sate mengaburkan hayalku,
“oh iya, makasih ya”, sahutku
sambil mengambil dan pergi.
“ehhhhh ahmaaaaad
uangnyaaaaaaa!!!....” teriak mba penjual
“oh iya mba belom bayar ya”,
sambil menahan rasa malu yang kedua kalinya aku membayar.
“makasaih ya mba, hehehe……”
Di perjalanan aku menahan rasa
malu yang tak terkira, sambil di kelililngi laron-laron berkaki yang merongrong
kasih serta sayang.
Kulewati badai laron cinta itu
dengan rasa malu dan kesal.
Sampe dirumah aku langsung makan
demi melampiaskan rasa malu dari kejadian malam ini.
Dan tak kusangka bumbu kacang sate
mengocok isi perutku hingga akhirnya membuat badan lemas ingin buang ampas tadi
siang. Sampe lemes ini badan haduh.
Saat menjelang tidur aku teringat
kejadian barusan.
“tak kusangka hampir tiga tahun aku
menutup buku tentang kasih seorang wanita, bukan ibu ataupun keluarga wanita.
tapi ini masalah cinta.
karena aku tersadar wanita butuh pengertian dari sebuah komitmen abadi...”
tapi ini masalah cinta.
karena aku tersadar wanita butuh pengertian dari sebuah komitmen abadi...”
Ya itulah sebuah pembelaan ku yang
sudah hampit tiga tahun lalu menutup buku, aku berharap saat aku masih belum
tersentuh aku mau pasangan ku nanti bukanlah bekas sentuhan. karena mahalnya
harga diri wanita dan aku akan dapat menawarnya lebih mahal dari perhiasan
termahal didunia ini yaitu sebuah kepercayaan ini. Tapi apakah yang kukatakan
ini akan berubah sewaktu-waktu. Saat aku terlena oleh dunia yang fana ini,
seakan pikiran ini jadi kecaman demi sebuah kehancuran.
Ah sudahlah….
SELESAI
No comments:
Post a Comment