Sunday 8 January 2017

Suara yang termuda

Banyak generasi sudah di lalui...
Air hujan turun berseri, seraya berkata apa kabar hari ini...
Kujawab hidupku selalu bertemu bandang sungai tak terbendung...
Bagai lava berpijar dalam lereng api...
Kabarku adalah alam yang bergejolak...
Langit pun berseru kepadaku...
Apa kau punya sahabat...
Akupun menjawab lantang...
Cariel ku panggul dalam sunyi hari...
Itulah sahabat sejatiku...
Kalau kau tanyakan lagi keluargaku...
Aku di sini di jalan panjang bersama berjalan...
Aku tak mengerti arti hidup di sini...
Tapi ku selalu berusaha mengisi wadah untuk ku tuai nanti...
Alam yang kutau adalah ceria dalam penciptaan...
Mengajakku bertemu sang pembuat alam yang indah...
Namun sepanjang jalan kulalui ceria alam pun sirna....
Entah apa yang terjadi selama ini...
Apa dosa ku yang kulakukan...
Jalan panjang pedesaan ku buat minum pelepas dahaga...
Sehingga kau murka terhadap ku...
Penjelajah yang kagum atas karuniamu...
Hanya bakaran daun yang di pilin bersama...
Seakan murka mu tak lepas begitu saja...
Makhluk sempurna kau ambil dari kami sebagai sugesti kau terganggu...
Layakah aku sebagai pelindungmu...
Baju pencinta alam asri dibalut dalam hangatnya tubuh sepi...
Maaf hanya ini ku sampaikan padamu...
#hiduplahsebagaimanahidup
Gerbong kereta tak henti berjalan.
Bogor - jakarta , senin 9 januari 2017
Puisi ini adalah gubahan dalam pementasan di kegiatan ulang tahun cipta ceria alam universitas pancasila..

No comments:

Post a Comment